Ibnu Umar : Teladan Kezuhudan
Diriwayatkan oleh Abu Nu'aim, Abdullah ibnu Umar ra.huma. berkata:
"Barangsiapa yang ingin meniru, hendaklah ia meniru perjalanan orang yang sudah mati, yaitu perjalanan para sahabat Nabi Muhammad SAW, karena mereka itu adalah sebaik-baik ummat ini, dan sebersih-bersihnya hati, sedalam-dalamnya ilmu pengetahuan, dan seringan-ringannya penanggungan. Mereka itu adalah suatu kaum yang telah dipilih Allah untuk menjadi para sahabat NabiNya SAW dan bekerja untuk menyebarkan agamanya. Karena itu, hendaklah kamu mencontohi kelakuan mereka dan ikut perjalanan mereka. Mereka itulah para sahabat Nabi Muhammad SAW yang berdiri di atas jalan lurus, demi Allah yang memiliki Ka'bah!" (Hilyatul-Auliya' 1:305)
Ini adalah salah satu daripada kata-kata keramat yang di lafazkan oleh seorang sahabat Rasulullah S.A.W buat kita. Siapakah sahabat itu? Dialah Ibn Umar. Nama penuh beliau ialah Abu Abdul Rahman Abdullah Ibn Umar Ibn al-Khattab al-'Adawi.
(Arab: عبدالله بن عمر بن الخطاب) (ca.614-693) Beliau adalah anak kepada sahabat Nabi yang terkenal juga Khulafa al-Rasyidin kedua iaitu Umar Al-Khattab. Di lahirkan di Makkah selepas Rasulullah diutuskan sebagai Rasul.Memeluk Islam ketika masih kecil dan menyertai Hijrah bersama ayah dan ibunya, Zainab binti Maz'un. Salah seorang ahli fekah dalam kalangan sahabat yang banyak meriwayatkan hadis daripada Rasulullah 1,630 hadis. Beliau adalah seorang penghafaz hadith yang terkemuka selepas Abu Hurairah. Mari kita salami keperibadian susuk hebat ini.
Keberanian
Beliau pernah meminta kebenaran dari Rasulullah S.A.W untuk ikut serta dalam Perang Badar. Akan tetapi hasrat beliau bersama Zaid ibn Thabit ditolak permohonannya untuk berjuang. Perang Khandak berkecamuk. Tersebar berita, siapa sahaja lelaki berusia 15 tahun ke atas berhak ikut berjihad. Mendengar itu Ibn Umar berseri-seri kegembiraan. Usianya saat itu masuk 15 tahun. Ia segera mendaftarkan diri. Itulah idamannya selama ini: berjihad bersama Rasulullah. Keikutsertaannya dalam berbagai medan jihad tak pernah lepas dalam sejarah hidup pemuda itu. Saat perang membuka kota Mekah (Futuh Makkah), ia berusia 20 tahun dan termasuk pemuda yang menonjol di medan perang. Dialah, Abdullah ibn Umar, atau Ibnu Umar.
Sahabat Malam
Menurut sebahagian penulis riwayat, kaum muslimin masa itu sedang berjaya-jayanya. Muncul daya tarik harta dan kedudukan membuat sebahagian orang tergoda memperolehnya. Maka para sahabat melakukan perlawanan pengaruh material itu dengan mempertegas dirinya sebagai contoh gaya hidup zuhud dan salih, menjauhi kedudukan tinggi.
Ibnu Umar pun dikenal sebagai peribadi yang bersahabat malam untuk beribadah, dan bersahabat dengan dinihari untuk menangis memohon ampunan-Nya. Akan halnya soal solat malam ini, ada riwayatnya. Di masa hayat Rasulullah, Ibnu Umar mendapat kurnia Allah. Setelah selesai salat bersama Rasulullah, dia pulang, dan bermimpi.
"Seolah-olah di tanganku ada selembar kain beludru. Tempat mana saja yang kuingini di surga, kain beledru itu akan menerbangkanku ke sana. Dua malaikat telah membawaku ke neraka, memperlihatkan semua bahagian yang ada di neraka. Keduanya menjawab apa saja yang kutanyakan mengenai keadaan neraka,"
begitulah diungkapkan Ibnu Umar kepada saudarinya yang juga isteri Rasul, Hafshah, keesokan harinya. Saidatina Hafshah terus bertanyakan mimpi adiknya kepada Rasulullah. Rasulullah SAW bersabda:
"ni’marrajulu 'abdullah, lau kaana yushallii minallaili fayuksiru",
akan menjadi lelaki paling utamalah Abdullah itu, andainya ia sering solat malam dan banyak melakukannya.
Semenjak itulah, sampai meninggalnya, Ibnu Umar tak pernah meninggalkan qiyamullail, baik ketika mukim atau bermusafir. Ia demikian tekun menegakkan solat, membaca Al-Quran, dan banyak berzikir menyebut asma Allah.
Jiwa Bersama Allah & Rasul
Ia sangat menyerupai ayahnya, Umar ibn Khatthab, yang selalu mencucurkan airmata tatkala mendengar ayat-ayat peringatan dari Al-Quran
Soal ini, 'Ubaid ibn 'Umair bersaksi, "Suatu ketika kubacakan ayat ini kepada Abdullah ibnu Umar." 'Ubaid membacakan QS 4:41-42 yang artinya:
Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami datangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat, dan Kami mendatangkan kamu (Muhamad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu). Di hari itu orang-orang kafir dan yang mendurhakai Rasul berharap kiranya mereka ditelan bumi, dan mereka tidak dapat menyembunyikan (dari Allah) sesuatu kejadian pun."
Maka Ibn Umar menangis hingga janggutnya basah oleh air mata.
Pada kesempatan lain, Ibnu Umar tengah duduk di antara sahabatnya, lalu membaca QS 83:-6 yang maknanya:
Maka celakalah orang-orang yang berlaku curang dalam takaran. Yakni orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta dipenuhi, tetapi mengurangkannya bila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain. Tidakkah mereka merasa bahwa mereka akan dibangkitkan nanti menghadapi suatu hari yang dahsyat, yaitu ketika manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam.
Lantas Ibnu Umar mengulang bagian akhir ayat ke enam, "yauma yaquumun naasu lirabbil 'alamiin", ketika manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam.
Sembari air matanya bercucuran, sampai akhirnya ia jatuh karena sekapan rasa duka mendalam dan banyak menangis.
Abdullah ibnu Umar adalah salah satu sahabat Nabi yang berhati lembut dan begitu mendalam cintanya kepada Rasulullah. Sepeninggal Rasulullah SAW, apabila ia mendengar nama Rasulullah disebut di hadapannya, ia menangis. Ketika ia lewat di sebuah tempat yang pernah disinggahi Rasulullah, baik di Mekah maupun di Madinah, ia akan memejamkan matanya, lantas butiran air bening meluncur dari sudut matanya.
Sebagai sahabat Rasul, ahli ibadah dan dikurniai mimpi yang haq, kerana mimpinya dibenarkan Rasulullah,Dia menjadi insan yang tidak punya minat lagi kepada dunia. Sebuah kecenderungan yang sudah nampak sejak ia remaja, ketika pertama kali gairahnya bangkit untuk ikut berjihad.
Dermawan
Kenapa Ibnu Umar dikatakan tak berhasrat pada dunia, sedang ia pedagang yang berjaya? Ini kerana. Sebagai pedagang ia berpenghasilan banyak kerana kejujurannya berniaga. Selain itu ia menerima gaji dari Baitul Maal. Tunjangan yang diperolehnya tak sedikitpun disimpan untuk dirinya sendiri, tetapi dibagi-bagikannya kepada fakir miskin. Berdagang buat Ibnu Umar hanya sebuah jalan memutar rezeki Allah di antara hamba-hambanya. Kedermawanan Ibnu Umar antara lain juga ditunjukkan dengan sikap hanya memberi mereka yang fakir miskin. Dia pun jarang makan bersendirian. Anak-anak yatim atau golongan melarat kerap diajaknya makan bersama-sama. Dia pernah menyalahkan anak-anaknya sendiri lantaran mengundang jamuan makan untuk kalangan hartawan. "Kalian mengundang orang-orang yang dalam kekenyangan, dan kalian biarkan orang-orang kelaparan."
Sang dermawan memang bukan mencari nama dengan kedermawanannya. Dalam kesehariannya, kaum dhuafa akrab dengan Ibnu Umar. Sifat santunnya, terutama kepada fakir miskin, bukan basa-basi. Orang-orang fakir dan miskin sudah duduk menunggu di tepi jalan yang diduga bakal dilewati Ibnu Umar, dengan harapan mereka akan terlihat oleh Ibnu Umar dan diajak ke rumahnya.
Hati-hati
Adalah Abdullah ibn Umar orangnya, yang kalau dimintai fatwa enggan berijtihad. Kerana takut berbuat kesalahan, meskipun ajaran Islam yang diikutinya sejak berusia 13 tahun memberi satu pahala bagi yang keliru berijtihad, dan dua pahala bagi yang benar ijtihadnya. Karena khawatir keliru berijtihad, ia pun menolak jabatan kadi atau kehakiman. Padahal ini jabatan tertinggi di antara jabatan kenegaraan dan kemasyarakatan, jabatan yang juga "basah".
Pernah khalifah Utsman r.a. mau memberi jabatan qadi, tapi Ibnu Umar menolak. Semakin Khalifah mendesak, Abdullah ibn Umar makin tegas menolak.
"Apakah antum tak hendak menaati perintahku?"
"Sama sekali tidak. Hanya saja, saya dengar para hakim itu ada tiga macam: pertama hakim yang mengadili tanpa ilmu, maka ia dalam neraka; kedua, yang mengadili berdasarkan nafsu, ia pun dalam neraka; dan ketiga, yang berijtihad sedang ijtihadnya betul, maka ia dalam keadaan berimbang, tidak berdosa tapi tidak pula beroleh pahala. Dan saya atas nama Allah memohon kepada antum agar dibebaskan dari jabatan itu."
Khalifah menerima keberatan itu dengan syarat, Ibnu Umar tak menyampaikan alasan penolakannya kepada siapa pun. Sebab, jika seorang yang bertakwa lagi salih mengetahui hal ini, niscaya akan mengikuti jejak Ibn Umar. Kalau sudah demikian, pupuslah harapan khalifah mendapatkan kadi yang takwa dan salih.
Penolakan itu sendiri sebenarnya kerana Ibnu Umar masih melihat di antara sahabat Rasulullah masih banyak yang salih dan wara’ yang lebih layakmemegang jabatan itu. Ibnu Umar sendiri sedar, penolakan itu takkan sampai mengakibatkan jatuhnya posisi qadi ke tangan yang tak layak memegangnya.
Banyak lagi sifat keperibadian Ibnu Umar yang boleh dicontohi. Sahabt-sahabat boleh buka untuk lebih mendalam.
Syahid
Abdullah Ibn Umar memang hidup dalam beberapa masa kekhalifahan, di antaranya ada masa-masa penuh pergolakan antara kelompok Islam. Menghadapi situasi keras, Ibn Umar tak berubah menjadi kasar dan pembalas. Suatu ketika, Gabenorr Mu’awiyah, Al-Hajjaj ibn Yusuf, yang berkedudukan di Hijaz tengah berpidato di masjid. Sang gabenor yang terkenal kejam dan fasik. Kebetulan Abdullah ibn Umar ada di masjid itu.
Saat itulah, orang-orang semasanya mendapat bukti, betapa kelembutan dan kesabaran Ibnu Umar, tidak bererti lemah terhadap kezaliman. Dengan tenang, Ibnu Umar berdiri masih saat Gabenor Hajjaj masih di mimbar, dan berkata, "Engkau musuh Allah. Engkau menghalalkan barang yang diharamkan Allah. Engkau meruntuhkan rumah Allah, dan engkau membunuh banyak wali Allah." Al Hajjaj memberhentikan pidatonya. "Siapakah orang bicara tadi?" Seseorang menjawab, itu Abdulah ibn Umar. Lalu Hajjaj meneruskan pidatonya. "Diam, wahai orang yang sudah pikun."
Seteleh Al-Hajjaj kembali ke pejabatnya, diperintahkannya pembantunya menikam Abdullah ibn Umar dengan pisau beracun. Si pembantu berhasil menorehkan pisau beracun itu ke tubuh Abdullah ibn Umar yang lantas jatuh sakit. Di pembaringan, Ibnu Umar dijenguk Al-Hajjaj. Al-Hajjaj memberikan salam, Ibnu Umar tak menjawab. Al-Hajjaj menanyakan sesuatu, berbicara dengan Abdullah ibn Umar tetapi Abdullah ibn Umar tak menjawab sepatah katapun.
Ibnu Umar wafat tahun 72 Hijriyah dalam usia 84 tahun. Putra Umar ibn Khattab sebagaimana ayahnya, sama-sama penggiat Islam, telah pergi. Kalau Umar ibn Khattab hidup di suatu masa di mana banyak pula sahabat Rasulullah yang wara’ dan ahli ibadah, maka orang-ornag semasa Abdullah ibn Umar mengatakan, zaman ketika Ibnu Umar hidup sulit menemukan insan yang sealim dan seteguh dia.
0 ulasan:
Catat Ulasan